Dunia

disini aku meninggalkan tiap tapak tiap jejak. apakah itu ilalang yang terinjak? apakah itu pelangi yang dipuja? apakah itu samudra yang kaya? apakah itu langit yang berganti? apakah itu aku? siapa?

adakah makna yang terselip? adakah arti yang tersembunyi? adakah tanya? adakah jawab? adakah fana? adakah abadi?
Dunia....kaukah itu???

kita

kita
adakah ikatan bernama persahabatan?

Kamis, 09 April 2009

The Blue Man

The Blue Man

Sekarang aku tahu, Tuhan bertahta di atas segalanya. Raja dari segala raja. Menggengam satu kata menggetarkan bernama ‘nasib’.
Nasib itu membawaku duduk di sebuah bus jurusan Surabaya-Malang yang penuh sesak. Bau asam keringat, bau parfum aroma super menyengat, bau rokok dan bau-bau aneh lainnya bersatu padu membentuk suatu formasi baru yang memuakkan hidung. Entah serakah? Entah buta? Entah kejar setoran? Supir dan kenek bus seiya sekata menjejalkan penumpang bertumpuk-tumpuk seperti ikan asin di pasar.
Di sebuah terminal naiklah seseorang yang menarik perhatianku. Bercelana jeans belel warna biru, berkaos warna biru, bersepatu warna biru, dan tas yang bergelanyut di punggungnya pun berwarna biru. Astaga!! Kurasa cowok ini memang maniak warna biru. Inilah yang menarik, selama ini tak pernah kutemui cowok yang begitu tergila-gila dengan warna biru. Apalagi yang dipakai cowok itu adalah warna kesukaanku.
Cowok itu segera membelah kepadatan penumpang demi mencari sebuah tempat yang nyaman bagi dirinya. Cowok itu semakin mendekati tempat dudukku. Dia sudah pasti mengincar tempat kosong disamping kursiku. Walau harus berdiri aku kira tempat itu cukup nyaman karena sedikit longgar. Begitu sampai, dia bersandar kelelahan di pinggir kursi. Kudongakkan kepalaku untuk melihat wajahnya yang dari tadi tak bisa kulihat saking padatnya manusia-manusia dalam bus itu. Dan.................
Aku hampir saja berteriak melihat wajah itu. Begitu familier, begitu kukenal dan begitu melekat di otakku. Mata yang tajam menusuk, kulit coklat bersih, alis tebal yang melengkung sempurna, dan rambut hitam pendek yang acak-acakan itu begitu akrab di kepalaku. Aku gemetar tak karuan. Antara percaya atau tidak. Oh Tuhan!! Bagaimana bisa wajah itu ada di dunia nyata. Selama ini aku hanya mengenal wajah itu dari mimpi-mimpiku. Wajah yang selalu sama, berulang-ulang menghantuiku dalam seminggu ini dan kini wajah itu seperti meloncat keluar dari mimpi dan berkeliaran bebas di alam nyata. Bagaimana bisa?
Aku kalut. Logikaku jungkir balik seperti pemain sirkus. Apakah arti semua ini Tuhan? Aku sama sekali tak mengerti.
Kudongakkan lagi kepalaku demi memastikan, benarkah wajah itulah yang sering muncul di mimpiku. Aku sulit sekali untuk percaya semua ini. Tapi kenyataan memaksaku untuk percaya. Memang benar itu adalah wajah yang sama. Persis!! Hanya di mimpiku dia tak berpenampilan serba biru, tapi merah. Saat aku memandangnya dengan hati bergejolak tiba-tiba cowok itu menoleh ke arahku. Aku salah tingkah, tertangkap basah mencuri pandang. Segera kualihkan pandanganku ke arah luar jendela.
Entah kenapa aku seperti ketagihan memandang wajah cowok itu kudongakkan kepalaku untuk ketiga kalinya. Sial!! Cowok itu sepertinya sudah mengantisipasi. Melihatku sambil tersenyum semanis gula tebu dan menyodorkan tangannya.
“Biru!!” katanya. Keningku berkerut tak mengerti. Kenapa monyodorkan tangan segala kalau hanya ingin memberitahu warna bajunya. Cowok itu tersenyum lagi seperti bisa membaca pikiranku.
“Nama gue Biru. Biru Indra Prayoga.” Cowok itu menggerak-gerakkan tangannya yang tersodor padaku. Segera kujabat tangannya.
“Gue Nayesa Carisa. Panggil aja Nay.”
“Kiri..kiri Pak.” Perempuan setengah baya di sampingku berteriak dan bersiap turun. Biru dengan sigap menempati tempat duduk yang sudah kosong itu.
“Lu suka warna biru ya?”
“Gue bukan suka. Tapi terobsesi. Hahaha. Lu bisa liat sendiri kan!!”
“Hmm...Biru itu nama asli lu?”
“Pertanyaan bagus! Itu nama yang diberikan oleh bokap gue. Kata bokap gue nama itu terlintas begitu saja di otaknya dan ada semacam dorongan kuat yang membuatnya menamai gue Biru. Entah itu takdir atau kebetulan saja, akupun begitu tergila-gila pada warna biru.”
“Kau tahu, sebenarnya tak ada suatu kebetulan di dunia ini.” bisikku. Cowok itu menoleh. Menatapku tajam sekali. Aneh!! Tiba-tiba ada sesuatu yang hangat berdesir di dadaku. Tanganku menjadi dingin.
“Kau benar. Tak ada yang kebetulan, karena semua sudah diatur olehNya.” Perbincangan kamipun berlanjut membahas segala hal. Ekonomi, sosial, politik juga tentang makna hidup.
“Kiri...kiri...” Biru berteriak.
“Gue harus turun. Senang bertemu dan mengobrol dengan lu Nay.” Biru bergegas turun dari bus. Aku bisa melihatnya melambaikan tangannya padaku. Perasaanku mendadak tidak enak. Aku merasa sangat kehilangan. Aku merasa kalau aku tidak akan bisa bertemu dengannya lagi.
Sebuah sapu tangan biru tergeletak di kursi sampingku. Ini pasti milik Biru. Akhirnya aku punya alasan untuk bertemu dengannya lagi.
“Kiri Pak.” Tergesa aku turun dari bus. Tidak begitu jauh dari tempat Biru turun tadi. Aku berbalik arah, setengah berlari aku segera mencari Biru. Aku tak tahu mengapa aku begini. Mungkin ini yang orang-orang bilang love at the first sight, cinta pada pandangan pertama. Benarkah?
Fuh!! Aku kelelahan berlari-lari. Kuatur napasku dan mulai mencari lagi. Di pinggir jalan raya kulihat banyak orang berkerumun. Sepertinya baru saja terjadi tabrakan. Rasa ingin tahuku menyeruak. Aku segera mendekati orang-orang yang berkerumun itu. Kubelah orang-orang dengan wajah bercampur aduk antara penasaran, ngeri dan kasihan.
Deg!!!!! Aku hampir pingsan melihat seseorang yang tergeletak penuh darah dan luka itu.
“Biru!!” airmata banjir seketika. Perasaanku tercabik-cabik. Biru!! Bagaimana bisa? Baru saja. Baru saja aku melihatmu segar bugar dan ceria. Tapi sekarang.......
“Biru!!!! Bangun Biru!!” aku histeris. Kurasakan tangannya yang kugengam begerak-gerak. Dia masih hidup.
“Biru!! Lu harus bertahan. Gue sayang sama lu Biru!!” Biru membuka matanya. Memandangku sambil tersenyum lemah.
“Gue juga sayang sama lu Nay. Tapi gue harus pergi sekarang. Lu gak boleh sedih. Lu harus bahagia. Se...la..mat...ting...gal..Nay!!”
“Biru!!!!” sapu tangan Biru yang kugengam hilang diterbangkan angin.
* * *
Sekarang aku tahu. Bahwa kaos merah yang dipakai Biru dimimpiku itu adalah lumuran darah.
Tidak ada yang tahu rahasia nasib. Tak ada yang bisa menyangka. Sepertiku, aku tak pernah menyangka bahwa hari itu nasib mencatat bahwa aku harus merasakan jatuh cinta sekaligus kehilangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar