Dunia

disini aku meninggalkan tiap tapak tiap jejak. apakah itu ilalang yang terinjak? apakah itu pelangi yang dipuja? apakah itu samudra yang kaya? apakah itu langit yang berganti? apakah itu aku? siapa?

adakah makna yang terselip? adakah arti yang tersembunyi? adakah tanya? adakah jawab? adakah fana? adakah abadi?
Dunia....kaukah itu???

kita

kita
adakah ikatan bernama persahabatan?

Kamis, 09 April 2009

Konser Cinta De Vega

De Vega!! Begitulah nama band yang sedang meroket di seantero Surabaya ini. Selama 2 bulan band ini berhasil mengukuhkan diri pada podium teratas liga musik Surabaya. Jarang sekali band lokal yang mampu melakukannya. Tak ayal lagi De Vega pun menjadi pisang goreng yang laris dikalangan kawula muda. Semua membicarakannya!!! Tema cowok, Salon terbaru, Parfum Paris, merk Sepatu terkenal yang biasanya sangat Hot di kalangan kaum hawa langsung turun pamor!!! Adapun dikalangan kaum Adam, topik-topik yang umum macam sepak bola dan game telah kadaluarsa. Di warung-warung kopi, di Bus kota, di meja-meja sekolah, di pasar, di mall, di ujung gang, di markas Punkers, di perpustakaan. Semua !!! semua orang!!! Semua orang sedang kerasukan setan De Vega.
Begitu pula di SMA Greecee, sekolah favorit tempat bernaung para intelektual muda kota Surabaya. Rumus-rumus Fisika, Kimia, Matematika yang biasanya tertulis rapi di meja-meja kayu sebagai contekan tergusur oleh tulisan De Vega...........De Vega......dan De Vega. Bahkan Pak Warno, guru musik yang gaul dan top dikalangan warga SMA Greecee menjadikan lagu De Vega, “Pelangi untuk sahabat” sebagai lagu wajib dalam pelajaran musik.
Tapi di dunia ini selalu ada perkecualian. Adapun diantara makhluk-makhluk yang telah kerasukan setan De Vega itu, terdapat satu makhluk aneh yang tak mengikuti Euforia Pasar. Makhluk ini bergeming, bak patung yang buta dan tuli. Tak sedikitpun terpengaruh oleh dunia di sekitarnya yang keras-keras meneriakkan De Vega!!! Makhluk ini tetap asyik mendengarkan musik-musik klasik ala Mozart atau Bethoveen, tetap tenggelam dalam sajak-sajak Khalil Gibran, sangat acuh. Tak tersentuh. Raini Putri. Begitulah nama si pengecualian itu tapi warga SMA Greecee lebih senang menyebutnya Ree. Entahlah!! Sejak dulu Ree memang terkenal sebagai penghianat Euforia massa. Saat teman-temannya semua sibuk dan gencar membicarakan piala dunia, Ree mengebu-gebu bicara soal bulu tangkis. Saat semua siswa menyerbu cafe baru di dekat sekolah, Ree menjadi pelanggan setia kue cimol di tepi jalan. Saat sepatu ballet menjadi trend dimana-mana, Ree tetap melangkah pasti dengan sepatu kanvas bututnya.
* * *
Seperti biasa, Ree pulang ke sekolah dengan berjalan kaki. Iseng-iseng Ree menoleh kanan kiri. Dan Ya ampun!! Ree seolah baru tersadar dan bangun dari tidur panjangnya. Ree baru ngeh kalau beberapa hari ini ada yang aneh dengan keadaan kota. Yah!!! Disudut manapun Ree menemukan Poster dan tulisan De Vega. Poster salah satu iklan rokok di depan kantor Pajak itu kini telah berubah rupa menjadi poster De Vega, Foto para Caleg yang mengkampayekan dirinya telah digusur oleh poster-poster De Vega, bahkan Warung ‘Seger Makan’ Mbok Lela yang ada di ujung jalan telah berganti nama menjadi Lela Vega. Oh my God!!! De Vega benar-benar telah menteror warga kota. Tapi Ree cukup geli dan lucu juga, diantara sekian banyak poster tak satupun memasang wajah para personel De Vega poster-poster itu hanya berupa tulisan D...E...V.....E....G...A. how can??!!
* * *
Lapangan ini adalah tempat favorit Ree. Tempat Ree biasa menyendiri dan berkhayal. Tempat Ree melahap semua buku-bukunya. Entahlah!! Tak ada lagi seorangpun yang mau kesini selain Ree. Mungkin lebih tepatnya tidak berani sejak ada yang mengaku pernah melihat setan jadi-jadian disana. Sebuah pohon mangga yang berdiri kokoh dan lebat di pojok lapangan semakin memperkuat opini publik. Dan Ree, si makhluk pengecualian ini malah bersyukur lapangan ini terkenal angker, karena itu berarti Ree leluasa menjajah lapangan ini dan mengklaim sebagai markas rahasianya.
Sore itu dengan riang Ree berjalan kaki menuju markas rahasianya . Sesampainya di lapangan Ree langsung duduk santai di atas bangku kayu tua yang lumayan lebar. Disana Ree bisa selonjoran, bahkan tidur-tiduran. Dan tak seorangpun yang akan mengganggu Ree. Belum semenit mendudukkan dirinya Ree sayup-sayup mendengar suara isakan tangis. Ree mengorek-orek telinganya demi memastikan bahwa dirinya tidak di tipu mentah-mentah oleh kotoran telinganya sendiri. Dipasang telinganya baik-baik.
“Hiks!!Hiks!! ”Benar!! Sekarang sudah tidak diragukan lagi, Ree tidak salah dengar. Suara itu pasti suara isak tangis. Tapi bukankah Ree hanya sendirian di lapangan besar ini. Bukankah tak seorangpun berani ke lapangan ini selain Ree. Hi!!! Ree bergidik!! Jangan-jangan benar apa yang dikatakan orang-orang, bahwa disini memang banyak makhluk-makhluk bergentayangan. Jangan-jangan itu suara Sundel bolong, suster ngesot atau.......tapi tidak! suara isakan itu lebih mirip suara laki-laki. Sepersekian detik Ree sempat mengingat-ingat nama hantu cowok dan Ree menyerah setelah sampai pada kata Genderuwo, kamus perbendaharaan kata Ree tentang makhluk gaib memang sangat tipis. Ree semakin ketakutan, tetapi naluri keingintahuannya yang lebih besar menuntun Ree mendekati asal suara itu. Dari arah pohon mangga. Yah!! Dari arah pohon mangga. Gemetaran Ree berjalan ke arah pohon mangga itu, suara isakan makin keras. Dan.........
Wa!!!!
Ree dan seorang cowok meloncat kaget. Suara isakan tadi ternyata berasal dari cowok itu. Ree tidak siap!! Tadinya dia sudah menyiapkan bacaan-bacaan yang diajarkan guru ngajinya bila bertemu dengan makhluk non manusia, non hewan dan non tumbuhan. Atau paling tidak Ree sudah siap untuk terkencing-kencing di celana atau sebangsanya. Tapi hipotesis Ree luntur begitu saja. Cowok itu sama kaget dan tak siapnya dengan Ree. Dengan cepat dia menghapus sisa-sisa airmatanya dan memasang wajah garang. Ree terhenyak!!! Baru kali ini dia melihat laki-laki menangis.
“Kau....menangis?” tanya Ree memasang wajah ibanya.
“Bukan urusanmu!!!!” jawab cowok itu ketus.
“Kau malu ya!!! Kau malu menagis karena kau takut dianggap laki-laki cengeng? Ah!!! Picik sekali!!!”
“Apa maksudmu?? Aku tidak mengerti.” Suara itu mulai melunak tapi wajahnya tetap acuh.
“Kau tidak perlu malu untuk menangis. Menurut opa Khalil Gibran, airmata adalah simbol kepekaan jiwa, jiwa yang kering tanpa cinta mustahil mengeluarkan airmata, karena airmata adalah untuk jiwa-jiwa yang terbuka.” Cowok itu bergeming. Mendung begitu pekat melingkupi wajahnya. Ree mengambil duduk tepat disamping cowok itu.
“Semua orang pernah merasakan kesedihan tapi lebih dari itu setiap orang juga akan merasakan kebahagiaan. Kau tahu?? Kebahagiaan adalah kesedihan yang terbuka kedoknya, dan tawa serta airmata datang dari sumber yang sama. Lebih dari itu semakin dalam kesedihan menggoreskan luka ke dalam jiwa, maka semakin mampu sang jiwa menampung kebahagiaan.” Airmata kembali mengalir dari mata bening cowok itu. Ia benamkan wajahnya di atas lututnya. Suara isakan itupun kembali terdengar. Ree memandang cowok itu lekat-lekat. Seberapa besar masalah yang ditanggung cowok itu hingga dia seperti itu. Ree mengalihkan pandangannya menatap langit. Mendung, langit berselimut abu-abu, angin begitu licah menari-nari mempermainkan rambut Ree. Ree melirik cowok di sebelahnya yang masih bercengkrama dengan kesedihan. Takberapa lama hujanpun turun, makin lama semakin deras. Tiba-tiba saja Ree menarik cowok itu, bukan untuk berteduh tapi malah menyeretnya ke tengah lapangan. Sekarang Ree dan cowok itu basah kuyup diguyur hujan. Cowok itu terlihat bingung dan heran tapi tidak bisa mengelak dari cengkraman tangan Ree.
“Ayo, bebaskan sedihmu disini.” Ree menari-nari di bawah hujan. Merentangkan tangannya.
“Ayo, ikuti aku, basuhlah semua kesedihanmu bersama hujan.”
“Ahh!!! Sedih!!! Pergilah darinya!! Hujan!! Basuhlah airmatanya!!” teriak Ree. Cowok itu merasa takjub dengan kepribadian cewek manis di depannya itu. Lalu mengikuti apa yang dilakukan Ree. Cowok itu terpejam, merentangkan tangannya, membiarkan tiap tetes hujan bersentuhan dengan kulitnya.
“Ah!!!!! Pergilah kesedihan!! Angin!!! Terbangkan ia jauh!!!!!Arghhh!!!!” Aneh. Cowok itu tiba-tiba merasakan semua kesedihan menguap dari jiwanya. Ia merasakan hujan telah menyiram dan membawa pergi segala dukanya. Sejenak cowok itu memandang Ree lekat-lekat. Matanya berkaca-kaca, tertulis seribu terima kasih disana.
“Terima kasih, untuk semua ini. Aku Indra!!”
“Ree.”
* * *
Esoknya, saat Ree kembali ke markas rahasianya. Indra sudah menunggu disana. Bukan di bawah pohon mangga itu lagi, tapi di bangku panjang milik Ree. Wajahnya sudah tidak lagi dilingkupi mendung. Bahkan seutas senyum terlukis indah di bibirnya. Detik itu juga mata Ree terbuka, menyadari betapa tampannya wajah Indra bila sedang tersenyum.
“Hi....Ndra, pagi-pagi lu kok sudah disini?” sapa Ree ramah.
“Ree....terima kasih ya untuk kemarin.”
“Yaelah Ndra, lu mau berapa kali sih berterima kasih ma gue. Gak puas-puas apa??”
“Oh ya Ree....tau gak gue bawa apa kesini?” Ree diam sejenak melirik ke arah Indra, mencari-cari kalau-kalau Indra membawa sesuatu yang menarik. Tapi hasilnya nihil!! Ree tak melihat apapun.
“Perasaan lu gak bawa apa-apa kesini?” Ree memasang wajah blo’on. Indra tersenyum penuh kemenangan sambil mengeluarkan sesuatu dari saku jaketnya.
“Gue punya tiket nonton konser perdana De Vega Ree.” Ree bergeming tanpa ekspresi. Wajahnya sungguh datar. Indra heran beribu heran melihat tanggapan Ree seperti itu. Dalam bayangannya Ree akan menari-nari kegirangan seperti anak kecil mendapat gulali raksasa. Tapi prediksi Indra melenceng 180 derajat.
“Lu gak suka De Vega Ree? Lu gak suka?” tanya Indra takjub. Ree menggeleng syahdu. Merasa bersalah.
“Tapi lu mau kan datang ke konser itu Ree. Demi gue!!” Ree memandang wajah Indra yang mengiba. Ree tak kuasa mengecewakan wajah ganteng di depannya itu.
“Well!! Baiklah!! Demi lu Ndra.” Indra melompat-lompat kegirangan. Sekarang dirinyalah yang seperti anak kecil mendapat gulali raksasa.
* * *
Kehebohan sekota Surabaya tak terelakkan lagi menyambut konser perdana De Vega malam itu. Semua datang untuk menjawab rasa penasarannya atas sosok De Vega. Dan kali ini Ree larut dalam euforia ini. Bahkan Ree mendapat tempat VVIP!!! Bayangkan, seorang makhluk pengecualian mendapat tempat VVIP. Teman-teman Ree pasti akan semaput menghadapi kenyataan sepeti ini.
Dengan ogah-ogahan Ree datang ke konser itu. Kalau bukan karena Indra, dia gak bakalan datang ke konser macam ini. Tapi sampai konser mau dimulai Indra tak juga datang. Ree Gondok!! Mengutuki Indra dalam hati. “Indra kodok!! Indra monyet!! Berani-beraninya mbohongin gue!”
“OK!! Semua pasti sudah penasaran ya...pengen tahu seperti apa wajah De Vega. Langsung saja kita sambut DE VEGA!!!” sorak-sorai penoton tak terbendung lagi. Semua takjub. Banyak yang terkejut. Banyak yang pingsan. Ribuan yang histeris. Tapi dari semua itu yang paling terkejut adalah Ree. Disana ia melihat sosok yang dikenalnya. Indra!! Dipanggung!!! Memegang mic!! Indra vokalis De Vega!!!
Ree membeku. Tak mampu berkata!! Logikanya jungkir balik. Bagaimana bisa? Satu lagu berjalan. Dan Ree tetap pada posisi terdiam. Membisu.
“Ok lagu selanjutnya ini. Buat seorang Cewek yang telah mengajarkan banyak hal tentang kebahagiaan dan kesedihan. Lagu ini buat lu Ree.” Indra turun dan menuntun Ree menuju ke atas panggung. Dan Ree seperti kerbau di cocok hidungnya mengikuti Indra dengan gemulai. Otaknya belum sadar benar menerima kejutan-kejutan listrik macam begini.
Gemuruh penonton tak terbendung lagi. Dari atas panggung Ree bisa melihat wajah-wajah teman SMAnya. Vinda, si populer langsung pingsan mengetahui Ree di atas panggung. Gysa yang fanatik De Vega dari tadi sibuk mengucek-ucek matanya. Dan Nina yang cinta mati sama De Vega dari tadi memukul-mukul kepalanya memastikan ini bukanlah mimpi.
Ree tak pernah menyangka, Cowok yang terlihat begitu ceria dan menjadi pujaan banyak orang ini adalah cowok yang sama yang menangis terisak-isak di bawah pohon mangga dan menyimpan sejuta kesedihan dalam hatinya. Semua tak kan pernah menyangka. SELESAI
Gresik, 150109

Tidak ada komentar:

Posting Komentar